Gambaran Puisi Secara Umun
Hakikat Puisi
Sebuah puisi modern tetap dapat disebut sebagai puisi ternyata bukan karena bentuknya, tetapi lebih cenderung karena ada hakikat puisi yang terkandung didalamnya. Waluyo (1991: 140) berpendapat bahwa puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan perasaan penyair secara imajinatif. Wujud karya sastra tersebut muncul karena puisi merupakan karya seni yang puitis. Dikatakan puitis karena membangkitkan perasaan, menarik perhatian, bahkan memancing timbulnnya tanggapan pembaca.
Sejalan dengan pendapat diatas, Ahmad (dalam Pradopo, 2005: 5) mengemukakan bahwa unsur-unsur puisi dapat disatukan sehingga dapat diketahui beberapa unsure berupa emosi,imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan, pancaindra, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwaada tiga unsure pokok yang terdapat dalam puisi, yaitu (1) pemikiran ide, (2) bentuk, dan (3) kesan.
Unsur-unsur Pembentuk Puisi
1. Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yng bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar ( Suroto, 1989: 112).
2. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif (Prapodo, 2005: 22). Bunyi disamping hiasan dalam puisi juga mempunyai tugas untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.
3. Rima
Rima adalah persamaan atau pengulanhan bunyi baik diawal larik atau diakhir larik. Didalamnya masih mengandung berbagai aspek yang meliputi, rima akhir, rima dalam, rima rupa, rima identik, rima sempurna, asonansi, dan aliterasi.
4. Irama
Irama adalah panduan bunyi yang menimbulkan efek musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, kuat-lemah, panjang-pendek, maupun tinggi-renah, yang kesemuanya dapat menimbulkan kemerduan bunyi, kesan suasana serta makna tertentu.
5. Ragam Bunyi
Ragam bunyi meliputi bunyi eufoni , kakofoni, dan onomatope. Penggunaan kombinasi atau pengulangan bunyi vokal (a, I, u, e, o) dan sengau
(m, n, ng, ny) menimbulkan efek yang merdu dan berirama (eufoni). Bunyi ini menimbulkan keriangan, vitalitas maupun gerak. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu dan terkesan parau (kakafoni) misalnya k, p, t, s, b, p, m terkesan berirama berat lebih cocok utuk menimbulkan kesan kekuatan, tekanan, kekecauan, kahancuran, galau, gelisah, dan amarah.
6. Bahasa Puisi
Bahasa merupakan sarana ekspresi dalam penulisan puisi (Pratiwi, 2005: 78). Bahasa kias menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup, dan terutamamenimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2005: 54)
7. Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, 2004: 54). Penulis puisi membuat puisi dengan cara menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Aminudin, 2002: 146; Dermawan, 1999: 44)
8. Isi Puisi
Menurut Waluyo (2001: 65) isi puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada, dan amanat. Tema adalah sesuatu yang menjadi pemikiran penulis puisi. Tema juga dapat dikatakan sebagai ide dasar suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna puisi. Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penulis puisi bisa bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bisa jadi penulis puisi bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu lepada pembaca
9. Imaji dan Simbol
Dalam menulis sebuah puisi, biasanya penyair tidak hanya menggunakan kata-kata yang bermakna lugas atau denotatif, tatapi menggunakan kata-kata yang bermakna atau mengandung arti lain atau konotatif. Dalam hubungannya dengan arti konotatif, imaji dan simbol mempunyai hubungan. Persamaanya adalah bahwa baik citra maupun simbol bermakna konotatif. Adapun perbedaannya adalah terletak pada cara pengungkapannya.
10. Hakikat Apresiasi
Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris “appreciaton” kata itu berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata verja “to appreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Aminudin (1987: 34) mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai statu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya. Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002:45) membagi tingkatan apresiasi meliputi, (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Pada tingkat menggemari keterlibatan pembaca batinnya belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat mereaksi, sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan dengan seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana letal keindahan itu. Pada tingkat produktif, apresiator puisi mampu menghasilkan, mengkritik, menghasilkan, mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap puisi secara tertulis. Untuk melakukan apresiasi khususnya apresiasi puisi, pemahaman mendalam tentang apresiasi puisi memang perlu dilakukan. Agar tidak salah dalam melakukan apresiasi puisi, konsep apresiasi perlu dipahami dengan cermat. Apresiasi puisi terkait dengan sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan puisi. Aktivitas yang dimaksud dapat berupa kegiatan membaca dan mendengarkan pembacaan puisi melalui penghayatan sungguh-sungguh (Waluyo, 2003: 19). Apresiasi merupakan pengalaman liaría dan batiniah yang kompleks (Ichsan, 1990: 10). Apresiasi seseorang terhadap puisi dapat dikembangkan dari tingkat sederhana ke tingkat yang tinggi. Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila seseorang memahami atau merasakan pengalaman yang ada dalam sebuah puisi. Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat. Apresiasi tingkat tiga, pembaca menyadari hubungan kerja sastra denagn sunia luarnya, sehingga pemahamannya pun lebih luas dan mendalam. Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sankut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, dan mendeklamasikan. Kegiatan ini menyebabkan seseorang memahami puisi secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair, mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung didalam puisi, dan menghargai puisi sebagai karya sastra seni keindahan dan kelemahan. Kegiatan apresiasi puisi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman struktur teks puisi. Kegiatan mengapresiasi puisi dapat dilakukan dengan memahami struktur teks yang membangun puisi. Dengan demikian, untuk mengenal, memahami, dan menghargai puisi, dapat dilakukan dengan mengenal struktur bagian puisi tersebut, baik menyangkut unsur isi maupun bentuk
11. Pendekatan Apresiasi Puisi
Pendekatan dalam suatu karya sastra meliputi (1) pendekatan mimetik, (2) pendekatan pragmatik, (3) pendekatan ekspresif, (4) dan pendekatan objektif (Abrams, 1976: 8-29). Pedekatan mimetik merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada pengarang yang menciptakan karya sastra dengan meniru peristiwa yang ada disekitarnya. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitik beratkan pada karya sastra yang memiliki unsur-unsur tertentu yang diciptakan pengarang untuk mempengaruhi respon pembaca. Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada pengekspresian luapan perasaan pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Sedangkan pendekatan objektif menitik beratkan pada unsur karya sastra yang diciptakan berdasarkan kenyataan atau realita atau objek tertentu.
• DIMANAKAH letak nilai puisi?
Yaitu antara kemampuannya berkomunikasi dengan pembaca dan bagaimana dia bisa menjadi ajang si penyair untuk unjuk gaya; Antara puisi terang-benderang dan puisi gelap; Antara puisi yang selempang pengumuman dan puisi yang rumit tak dimengerti; Antara puisi yang terlalu menghamba pada pembaca dan puisi yang tak peduli pada pembaca. Ada rumusan nilai puisi dan bagaimana puisi harus bisa berkomunikasi dengan pembaca yaitu:
1. Komunikasi; puisi yang tidak palsu dengan sendirinya dan sudah seharusnya mengandung kepercayaan kepada orang lain yaitu pembacanya.
Penyair percaya bahwa pembaca puisi bisa menerima bahkan menikmati puisi dan pesan yang ada. Niat awal dari penyair adalah keinginan untuk berkomunikasi dengan pembaca lewat puisi, bukan sekadar unjuk gaya, berakrobat kata-kata.
2. Prestasi kepenyairan yang matang mencerminkan suatu gaya, setiap gaya mencerminkan kepribadian, setiap kepribadian tumbuh dan hanya bisa benar-benar demikian bila secara wajar berada dalam komunikasi.
Pencapaian penyair tidak diukur dari seberapa mudah atau seberapa susah puisi berkomunikasi dengan pembaca. Puisi harus secara wajar berkomunikasi. Prestasi penyair atau kematangan penyair tercapai apabila penyair bisa memeragakan gaya ucap yang khas dalam puisi-puisinya. Gaya ucap itu pun harus tumbuh secara wajar, bukan gaya yang sekadar beda dari gaya penyair lainnya.
3. Sajak menyuruh pembaca menelan saja pesan yang hendak disampaikan atau yang dititipkan lewat penyair adalah sajak yang tidak pantas dihargai. Komunikasi dalam sajak adalah komunikasi yang iklas dan wajar. Bukan komunikasi yang memaksa. Penyair tidak lebih tinggi posisinya di hadapan pembaca. Penyair bahkan tidak berada di hadapan pembacanya. Ia bersisian dengan pembacanya. Karena itu sajak yang memaksa — dengan demikian juga penyair yang menuliskan sajak itu — tidak pantas mendapat penghargaan.
4. Penyair dan pembacanya berada dalam ruang kebersamaan yang meminta banyak hal serba terang, sehingga terjamin kejujuran, dan penyair tidak sekedar menyembunyikan maksud sajak bagi dirinya sendiri. Penyair bukanlah orang yang berada pada posisi untuk mengelabui pembaca. Penyair bukan seorang yang mengacaukan kepingan puzzle untuk disusun kembali menjadi gambar yang utuh oleh pembaca. Penyair ibarat pelukis. Dia bisa melukis obyek dengan gaya abstrak, realis, atau figuratif. Lalu memasang lukisannya di ruang pameran. Pembaca adalah orang yang mengamati dan menikmati lukisan itu tanpa dihalang-halangi oleh garis pengaman dan dengan pencahayaan yang cukup. Pelukis harus bergirang hati dan ikhlas menerima tafsir yang bebas dan bermacam-macam dari penikmat lukisannya. Lukisan yang baik seharusnya selalu menggerakkan hati siapa pun untuk menikmati dan memaknai.
5. Akrobatik kata-kata untuk dengan sengaja membikin gelap suatu maksud sajak menunjukkan tidak adanya kejujuran. Menciptakan, dan menggandakan arti dari gramatika yang lazim. Tapi jurus-jurus Penyair dan sajaknya memang diberi lisensi puitika untuk menyimpangkan, itu dipakai untuk membuat asyik dan menarik komunikasi dengan pembaca, bukan sekadar sengaja bikin gelap dan membuat pembacanya merasa bodoh dan tak berdaya. Kebanggaan penyair bukanlah apabila sajaknya susah dimengerti oleh pembaca.
6. Penyair harus meletakkan sajaknya di antara “kegelapan-supaya-tidak-dimengerti” dan “tidak-menjejalkan-segala-galanya-kepada-pembaca”, tanpa mengaburkan batas antara kedua hal itu. Ada titik di ujung kanan, dan titik lain di ujung kiri. Di antara kedua titik itulah penyair harus meletakkan sajaknya. Tidak pernah ada titik yang pasti. Proses menyair adalah percobaan yang terus-menerus. Ada percobaan yang berhasil, ada yang nyaris berhasil, dan ada yang gagal. Penyair hanya harus menyadari ada dua titik itu dan harus pula ia sadar akibat-akibat yang bisa kena pada puisinya bila ia melampaui titik itu.
Nah, sekarang pembahasan akan masuk kedalam spesifikasi yaitu tentang “Puisi Bali Modern”
Bagaimana Awal dan keberadaan puisi Bali modern??
Gambaran bentuk puisi bali modern
Bilamana kita berbicara tentang sejarah puisi berarti pengertian pembicaranya mengacu pada “kapankah bebtuk puisi Bali modern itu dinyatakan mulai ada (lahir), bagaimana perkembangannya, bagaimana pembinaan akhirnya dan bagaimanakeadaan serta hasil kualitas dan kuantitas keberadaannya hingga dewasa ini? “
Beberapa tokoh bahasa dan sastra telah memberikan pandangan dan gambaran tentang keberadaan sastra Bali modern ini. Misalnya, dosen dari Faksas Unud Drs. Made Sukada pernah mengemukakan pandangannya bahwa sastra Bali dikatakan telah mati. Ucapan Sukada itu dimuat dalam surat kabar Suluh Marhain edisi Bali (1967), sebagai berikut.
Di dalam menghadapi segala fakta dalam dunia kesusastraan Bali (yang tertulis), kami telah menentukan sikap sehingga sampai kepada suatu kesimpulan dimana tak ada lagi alas an lain untuk mengelak untuk tidak memutuskan bahwa kesusastraan Bali memang telah mati (Sukada, 10-12-1967:3).
Sedangkan prof. Dr. Suparman Heru Santosa dari IKIP Malang cabang Singaraja (kini menjadi Undiksa)lebih tegas menyatakan bahwa sastra Bali modern itu sebenarnya belum ada. Pendapatnya ini ditulis dalam majalah ilmiah Aneka Widya No. I/II, Februari 1969, demikian.
“…sudah adakah kasusastraan Bali modern yang dapat melukiskan segala peristiwa sejarah yang terjadi di Bali?” Atau, “sudah adakah kasusastraan Bali modern?” dengan kedua pertanyaan yang kedua itu dengan segera kit adapt menjawab bahwa : kesusastraa Bali modern itu belum ada!” (Suparman Hs, 1969:42)
Bahkan pada tahun 1969, Prof, Dr. I Gusti Ngurah Bagus, dosen Faksas Unud pun pernah mengatakan bahwa “…boleh dikatakan perkembangan kesusastraan Bali modern tidak demikian pesat”. Dari ketiga pandangan dan pendapat mereka itu yang menyatakan bahwa sastra Bali modern itu belum ada karena sebelum tahun 1968 atau pada zaman itu belum ada sayembara penulisan sastra Bali modern. Wajarlah ada anggapan sebelum tahun 1968 belum lahir karena kegiatan menulis sastra Bali modern itu memang mengalami kevakuman.
Untuk membina dan mengembangkan keberadaan sastra Bali modern itu, baik bentuk puisi, cerpen, novel, maupun drama, maka Kantor Balai Penelitian Bahasa, cabang Singaraja. (cabang Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta) dan kini bernama Balai Penelitian Bahasa Denpasar) pun mengadakan sayembara penulisan sastra Bali modern.
Tahun 1968, puisi Bali modern mulai dikembangkan dengan bermunculan beberapa karya puisi Bali modern yang dimuat di beberapa surat kabar. Pada awalnya, puisi-puisi modern ini merupakan hasil sayembara yang dilaksanakan oleh sebuah panitia pelaksanaan sayembara di Balai Penelitian Bahasa, cabang Singaraja. Panitia Pelaksanaan Sayembara dibentukdan lomba diadakan pertama kali pada tanggal 28 Oktober 1969, ketiga pada tanggal 17 Agustus 1970, dan yang keempat pada tanggal 28 Oktober 1970.
Akhirnya dengan pengadaan sayembara itulah situasi perkembangan sastra Bali modern mulai ada tanda-tanda bangkit pertumbuhannya. Secara kuantitas dapat dikemukakan bahwa usaha Lembaga Bahasa Nasional Cabang Singaraja sejak tahun 1968 tersebut dalam rangka menarik minat para pengarang dan penulis pemula di Bali pada prinsipnya sudah berhasil, walaupun secara kualitas masih belum dikatakan terpenuhi secara sempurna. Keberadaan dan kegairahan menulis karya-karya sastra Bali modern para pengarang pemula masih bersifat mengejar hadiah yang dijanjikan Panitia Lomba Sayembara.
Beberapa karya puisi berbahasa Bali dikumpulkan dan diterbitkan sebagai bentuk antologi, bunga rampai, dan kumpulan puisi. Sejak tahun 1968 hingga sampai tahun 1970, tercatat 77 buah karya sastra di bagian arsip LBN, meliputi 61 puisi, 11 cerpen, 4 drama, dan 1 roman (novel). Sampai sampai tahun 1977 telah tercatat kurang lebih 276 buah puisi Bali modern yang diterbitkan baik melalui harian Suluh Marhaen, harian Angkatan Bersenjata Edisi Nusra, dan harian Bali Post. Perkembangan selanjutnya hingga tahun 2008 sudah banyak karya dimuat dalam surat kabar atau yang diterbitkan secara individual dan kolektif.
Ternyata, hingga tahun 2010 ini, surat kabar Bali Post dengan Edisi Mingguannya yang berbahasa Bali, majalah buratwangi, bulletin mandala dengan Seni dan Budaya, serta majalah kuningan dan beberapa media cetak lainnya ikut berperan serta, aktif, yang bertujuan mengembangkan aset budaya sastra Bali modern ini.
2. Kapankah Puisi Bali Modern Lahir?
Selanjutnya, untuk menentukan kapankah sastar Bali modern itu mulai ada atau lahir harus ditentukan oleh kapan dimulainya bentuk puisi sebagai karya sastra Bali modern diterbitkan untuk pertama kali. Atas dasar pengertian ini, harus dicari sebuah karya sastra puisi berbahasa Bali yang diterbitkan untuk pertama kalinya. Hasilnya menunjukkan ada sebuah karya sasrtra bali modern yang dipakai untuk menandainya.
Untuk menandai kapankah bentuk puisi Bali itu dinyatakan mulai ada dalam lingkungan sastra bali modern ternyata dimulai sejak dimuatnya sebuah karya puisi Bali modern berjudul Basa Bali, yang diciptakan oleh Suntari Pr. Puisi Bali, yang diterbitkan oleh kantor Kebudayaan di Yogyakarta pada tahun 1959.
Dengan penerbitan puisi berbahasa Bali pertama kali dengan judul Basa Bali ini berarti: sastra bali modern bentuk puisi modern lahir sejak tahun 1959. Karyanya seperti berikut.
Basaa Bali
(Suntari, Pr).
Tan uning titian ring kerananipun
Sukseman titian sekadi kategul antuk benang sutera
Ngeranjing menyusup tulang ngantos ka sumsum
Sane dados bagian awak titiange.
3. Kuantitas Isi Puisi Bali Modern
Pada awal lahirnya bentuk puisi Bali modern yang pertama kali dimuat berjudul Basa Bali dikarang oleh Suntari, Pr. Puisi Bali modern berjudul Basa Bali karya Suntari Pr ini diperkirakan sebagai puisi terjemahan berasal dari bahasa lain sehingga menurut penafsiran para dosen di Fakultas Sastra Universitas Udayana di Denpasar puisi pertama bali modern ini dimulai dari karya sastra terjemahan.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan puisi bali modern dilanjutkan dengan adanya puisi terjemahan pada tahun 1966, yakni diterbitkannya lagi sebuah puisi terjemahan dari karya Boris Pasternak berjudul Angin. Puisi terjemahan ini dimuat pada harian Angkatan Bersenjata Edisi Nusa Tenggara, pada tanggal 16 Juni 1966. Puisi Angin ini diterjemahkan oleh Ktut Suwidja dari desa Bulian dan mantan Kepala Gedong Kirtya Singaraja.
Puisi terdiri atas isi dan bentuki. Dari pembicaraan beberapa puisi Bali modern ini, selanjutnya dibicarakan tentang masalah isi yang tersirat dalam karyanya.
• Aspek Ide yang Tersirat dalam Isi Puisi
Masalah ide merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam penulisan karya puisi Bali modern, bahkan dikatakan sebagai sebuah faktor penentu dalam, sastra modern umumnya. Adapun pengertian puisi Bali modern sebagai salah satu konsep seni modern sebenarnya berasal dari penerapan dari konsep seni modern umumnya. Pengertian seni modern ini meliputi (i) sweni merupakan kelanjutan dari seni yang sudah ada sebelumnya, dan juga (ii) seni sebagai seni yang mendapat pengaruh dari seni lain. Ternyata para penyair dan pencipta puisi-puisi Bali modern ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalamannya pengertian seni yang kedua di atas. Artinya, para penyair Bali ini dipengaruhi dari pengetahuan teori yang dimilikinya pada teori dan bentuk puisi dalam konteks sastra Indonesianya.
Pengaruh bentuk sebagai kelanjutan dari seni sebelumnya dapat ditilik dalam hal masalah tradisi dan agama (ritual). Sedangkan puisi Bali modern yang merupakan pengaruh dari seni yang lain antara lain terlihat dalam hal pengaruh diksi (pemilihan penggunaan kata-katanya atau kosakatanya) dan dalam hal penulisan struktur bentuk puisi.
Walaupun puisi Bali itu sebagai seni modern juga, akan tetapi bukanlah berarti seni modern itu merupakan seni yang diambil oper begitu saja dari luar atau sebagai seni yang diambil dari bentuk-bentuk lama yang sudah tenggelam dan yang kini direvitalisasi lagi.
Beberapa konsep ide sering terungkap dalam puisi Bali modern sebagai cipta karya sastra Bali modern, secara tersurat dan secara tersirat dapat dikemukakan sebagai berikut, yakni meliputi aspek (a) nasionalisme, (b) sosial, (c) agama, (d) filsafat, (e) cinta kasih, (f) budaya, (g) keindahan/estetis, (h)pendidikan/pengajaran, (i) politik, dan (j) protes.
• Aspek Struktural (Bentuk) Puisi Bali Modern
Dengan dimuatnya puisi Basa Bali karya suntari Pr pada tahun 1959 yang menunjukkan karyanya sudah tidak lagi menggunakan ikatan-ikatan dan struktur tembang yang tertentu seperti dalam sastra Bali purwa umumnya, maka bentuk Suntari Pr tersebut dinyatakan sebagai awal mula dari lahirnya penulisan puisi Bali modern.
Memang ternyata puisi Suntari Pr sudah mementingkan isi dan kebebasan bentuk dalam pengungkapan imajinasinya, dan sudah tidak menggunakan unsur tembang, guru lagu atau suara pada akhir kata setiap baris.
Unsur-unsur yang tersurat dalam struktur penulisan puisi Bali modern dapat dirinci berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi; judul, baris, kalimat, enjambemen, tema (pesan), sajak (rima), perasaan (emosional), diksi, gayabahasa, tipografi.
a. Judul:
Penulisan judul puisi menggambarkan keseluruhan isi puisi. Judul ini dapat disusun berupa nama, lokasi, manusia, binatang, tanaman, keadaan, keterangan, peristiwa, konsep, dsb. Misalnya, berikut ini ada beberapa contoh puisi bali Modern:
1) Jadma loba (Ari Subawa)
2) Corah (Ari Subawa)
3) Mararian (Ari Subawa)
4) Masikian (Ari Subawa)
5) Kilak-kiluk (Ari Subawa)
b. Bait, bari kalimat, enjambemen
Sebuah cipataan satu bait puisi terdiri atas beberapa baris kalimat. Setiap baris kalimat ini dapat dipotong sesuai selera penyair. Setiap susunan satu kalimat dipotong menjadi beberapa baris diistilahkan enjambemen dan kesatuan sintaksisnya disebut korespondensi. Judul puisi di bawah ini memakai enjambemen yang pendek (Dagang Uyah) dan umumnya panjang seperti Yupa dalam catatan Bandung 20 September 1978.
Dagang Uyah
(Nym. Manda)
Dagang uyah
Nyongkok
Bengong
Teke mantra pasar gangsar
Pipis!
Seharusnya kalimatnya disusun dagang uyah nyongkok bengong (lantas) teke mantri pasar gangsar (lantas ngomong nagih dudukan peken)” Pipis”
c. Amanat (Isi Pesan) yang tersirat
Amanat (message) atau pesan yang ingin disampaikan penyair pada umumnya tidak mudah dipaha dan tudak lugas cara penyampaiannya, akan tetapai perlu dianalisis “apakah yang ungun disampaikan secara tersirat dan metafora tersebut?”.
Isi puisi-puisi Bali modern itu dapat diklasifikasikan tema, amanat, dan juga topik yang tersirat (delapan) macam amanat : (i) heroism (pahlawan, kebangsaan, nasionalisme). (ii) agama / adat, (iii) cultural (budaya), (iv) sosial (masyarakat), (v) pengajaran / pendidikan, (vi) keindahan, (vii) politik, dan (viii) protes.
Di bawah ini tersurat contoh puisi rare ubuh karya Wayan Rugeg Nataran, yang isinya mengemukakan gambaran suasana sosial dengan mengungkapkan keadaan seorang anak yatim piatu, tiada ada yang menghiraukan hingga akhirnya ia pergi kebawah jembatan.
RARE UBUH
(W. Rugeg Nataran)
Jalan sampun rame saking ituni semengan
Motor, dokar miwah sepede maseliweran
Manusa ngrereh pangupa jiwa
Wenten majalan ngencolang patindak
Ngepung dagangan miwah pakarian
Sane kasep misuh-misuh padidi
Ring gang pasare jadma dempet
Makejang iteh ngurusang dewekne
Wenten rare paling
Malinder tengah pasare
jelantang-jelantung tan perunguan
nyengenget ring diap dagang nasine
…………..
d. SAJAK (RIMA)
Sajak atau rima adalah syarat utama yang harus ada dalam puisi sebagai permainan bunyi, apalagi dalam puisi lama. Permainan bunyi yang ritnis menumbuhkan keindahan (estetika) dalam puisi. Contoh:
Cening komang
(nyoman manda)
Cening komang pianak bapa sayang
Nandanang ati liang
Kedek ngeling bungan ati
……………..
Delem
(made sanggra)
Mata dengdang
Keneh ngandang
Bungut tapak
Raos ngapak
Gondong belong
Galak ngongkong
Yen wadahin
Ipun medihin
e. PERASAAN (EMOSIONAL)
Perasaan si penyair pada swaktu menciptakan karya puisinya menekankan sekali dengan apa yang diamaksud dengan ilham yang penuh dengan perasaan (emosional). Tujuannya agar perasaan dan pikiran apa yang tersirat dalam benaknya itu tersurat dengan tepat dan menyentuh para pembaca puisi. Misalnya: bagaimana perasaan masyarakat dan situasi pada saat kejadian tahun 1965 itu yakni ketika bung karno dihujat dan tidak ada yang berani membelanya telah di gambarkan secara metaforis oleh I GP. Antara dalam puisinya yang berjudul rah sapa sira puniki?
f. DIKSI (KOSABASA)
Kata-kata yang dipilih dalam sebuah puisi disebut diksi. Diksi itu berhubungan dengan unsur perasaan. Pemilihan kata-kata dalam sebuah puisi dapat disusun dari penggunaan bahasa sehari-hari atau juga dengan kosa kata Bali yang halus sekali.
g. Gaya Bahasa
Setiap karya puisi sudah tentu akan selalu ada penggunaan gaya bahasa sebagai ciri berkesenian. Seni itu harus indah (estetis, stilistik) melalui penggunaan bahasa yang bermakna tidak sebenarnya atau konotatif (kiasan). Gaya bahasa penyair sering menggunakan bentuk perbandingan (simile), metafora, personifikasi, gaya bahasa (paribahasa) lain-lainnya. Misalnya, mengumpamakan kelambu malam itu ditutup dengan susunan konotatif kelambu wengine kasinembang.
Contohnya:
1. WENGINE DOH
(Gede Dharna)
Yening sampun kelambu wengine kaunebang
Ketus manahnyane nyingak preraine
……………
2. CENING KOMANG
(Nyoman Manda)
………………..
Cening tuah etohin bapa
Aji keneh tur laksana sesidaan
Apang cening tumbuh di tuuhe
Damekan langah masambeh
h. Tifografi
Tifografi adalah bangun atauteknik membentuk susunan sebuah puisi Bali modern. Ada yang disususn sederhana dan umum sekali, tetapi ada juga yang semuannya terdiri dari huruf kecil, ada yang aneh dan sering disebut puisi mbaling (puisi aneh, nyleneh), puisi rupa, puisi gelap, puisi cair atau puisi prosais. Ada yang enjambemennya dengan susunan kosa katanya yang sangat pendek seperti puisi berjudul apang ada masi orahang ciptaan Nyoman Manda atau bahkan baris kalimat dan korespondensi serta enjambemennya panjang sekali seperti puisi berjudul ngaturang pangubakti ring pura jagatnata ciptaan Suthama.
Keberadaan Dan Situasi Perkembangan Bahasa Bali
Sesudah diadakan lomba menciptakan berupa lomba penulisan puisi maka bermunculanlah karya-karya puisi Bali moderen. Dalam kurun waktu 1968 s/d 1970 tercatat 57 buah puisi Bali modern, seperti dikemukakan pada table di bawah ini:
• Perkembangan Penyair dan Karya Puisi Bali Modern
(periode tahun 1968-1970)
No Tgl. Dimuat Judul Puisi Penulis Tema
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57 28-10-1968
28-10-1968
28-10-1968
28-10-1968
01-12-1968
26-01-1969
02-03-1969
16-03-1969
13-04-1969
20-04-1969
24-04-1969
24-05-1969
15-06-1969
05-07-1969
06-07-1969
12-07-1969
13-07-1969
13-07-1969
20-07-1969
10-08-1969
24-08-1969
07-09-1969
07-09-1969
28-09-1969
12-10-1969
19-10-1969
30-10-1969
28-12-1969
04-01-1970
25-01-1970
25-01-1970
15-02-1970
01-03-1970
01-03-1970
05-04-1970
05-04-1970
12-04-1970
19-04-1970
26-04-1970
05-07-1970
09-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970 Bali
Geguritan pianak bendega
Pura agung jagatnata
Galang kangin
Wengine doh
Rahajeng rauh
Sayahe gede
Ngaturang pangubakti ring pura jagatnata
Rare ubuh
Masan tanginne mabunga
Dilangite kanten bintang
Lawate samara
Lalang
Pelita
Pak tani
Wengine kalintang becik
Ngrebut merta
Surya kembar
Paranin musuhe
Pinunase
Temon-temon
Rare kutang biang
Pura iying
Bedugul
Mati nguda
Jinah
Iseng
Sari
Pinunas
Rarene bintak
Wong tani
Atursuksma
Piteket
Tungkalikan jagat
Idupe nemu sengsara
Jarring kekawa
Suara saking kawahe
Kewala kangguang
Anake alit nangis
Keatur ring sang ratu ayu
Rasa kari idiang
Purnama sasih kapat
Pakeling-keling
Pinunas ijaran pedati lan ijaran bendi
Margarana
Bintang kukus
Hujan angin
Naglap nyuh
Sinom
Wengi ring desa
Dagang tuak
Len dedalu len tetani
Bikul
Punama
Ngiring ratu laksanayang
Gotong royong
Tajen Yupa
Arta Negara
Rugeg nataran
Putra
Gede darna
Aryana
Kenoeh
Suthama
Rugeg nataran
Kenoeh
Sadra
Artha Negara
Rugeg nataran
Putra
Gede darna
Romi astra
Rugeg nataran
Rugeg nataran
Wira Negara
Romiastra
Sadera
Martha
Martha
Rugeg nataran
Sedana
Rugeg nataran
Aryana
Yupa
Agung
Rugeg nataran
Rugeg nataran
Rai
Rai
Suthama
Sanggra
Sanggra
Rugeg nataran
Putra
Gede dharna
Aryana
Ardana
Tusthy
Sanggra
Sanggra
Rugeg nataran
Sukerti
Bawa
Bawa
Darsana
Sanggra
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika Harapan
Sosial eko
Agama
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Agama
Sosial eko
Sosial eko
Sosial eko
Sosial eko
Agama
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Sosial eko
Revolusi
Harapan
Harapan
Sosial eko
Keadaan
Revolusi
Revolusi
Sosial eko
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Harapan
Sosial eko
Keadaan
Nasehat
Keadaan
Sosial eko
Keadaan
Sosial eko
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Agama
Nasehat
Harapan
Revolusi
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Sosial eko
Keadaan
Sosial eko
Sosial eko
Keadaan
Keadaan
Agama
Nasehat
Sosial eko
Corak Aliran Dalam Puisi Modern
Corak yang sering tersirat dalam karya-karya puisi Bali modern meliputi bercorak romantik, naturalisme, idealisme, sibolisme, dan realisme.
a. Corak romantik
Kata romantik berasal dari romaan berarti cinta. Seluk beluk atau liku-liku. Romantik berarti bersifat romantis, dan romantisme berarti aliran dalam kesusastraan di Eropa pada akhir abad XVIII yang uraiannya mangutamakan perasaan, pikiran, dan tindakan spontanitas. Dalam mengekspresikan aliran romantisme ini di dalamnya akan terdapat juga hal-hal pyang bersifat emosi, imajinasi, sentimen, dan idealisme.
b. Corak Naturalisme:
Kata natural berarti alamiah. Naturalisme adalah sebuah aliran yang terdapat dalam dunia seni dan kesusastraan yang selalu menggambarkan sesuatu secara nyata atau melukiskan sesuatu sebagaiman adanya.
c. Corak Idealisme:
Ideal berarti sesuai dengan yang dicita-citakan. Idealisme adalah aliran dalam ilmu filsafat (termasuk juga kesusastraan) yang menganggap cita-cita atau pikiran sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dirasai dan dipahami. Aliaran ini dalam kesusastraan selalu bertolak dari kenyataannya.
d. Corak Simbolisme.
Simbolisme berasal dari kata simbol berarti lambang. Simbolisme aliran dalam kesusastraan yang selalu menggunakan simbol-simbol atau lambang untuk melukiskan atau mengekspresikan ide-ide dalam bentuk karya seni sastra.
e. Corak Realisme:
Realis berarti kenyataan. Realisme adalah sebuah aliran dalam kesusastraan yang selalu bertolak dari kenyataan atau melukiskan sesuatu sebagaimana kenyataan secara wajar.
Bila diperhatikan corak ide yang tersirat dalam puisi Bali modern menunjukkan bahwa seorang penyair tidak mungkin menganut hanya satu corak dari sejumlah aliran corak yang ada. Misalnya, puisi Besakih (W.Jendra), Trikaya Parisudha (IGP. Antara), dan Pura Agung Jagatnatha (W. Rugeg Nataran)., serta Purnamaning Kadasa (N. Manda) menunjukkan dalam sebuah puisi tersirat banyak corak secara sekaligus digunakan, baik corak romantik, simbolisme, maupun corak naturalisme. Keragaman corak idealisme, realisme, dan sibolisme sring terdapat dalam sebuah puisi, khususnya dalam puisi-puisi yang bertemakan keagamaan, filsafat keagamaan, sosial (kemasyarakatan), dan kebangsaan (nasionalisme).
3.4.3 Catatan Para Penyair Dengan Puisi Terjemahannya
1. I Wayan Rugeg Nataran
1) Sisin Carike (Tepi Sawah karya Trisno Sumardjo);
2) Pagaen Titiange (Sepi karya Wisnu Kuntjahja)
3) Pancaran Idup (Pancaran Hidup, Amir Hamzah);
4) Wengi;
5) Wong Tani.
2. Made Suarsa
1) Ngantiang Galang Kangine.
2) Siman Gumi (terjemahan Anas Ma’sruf)
3. Made Sanggra
1) Aku
4. Nyoman Nada Sariada
1) Puput
3.4.4 Daftar Penyair dan Karyanya (1968-1977)
1. Ida Bagus Agastya :
1) Awake;
2) Wereng;
3) Selip;
4) Peteng (1-3);
5) Kumbang (1-6)
2. Ngurah Agung :
1) Pinunas;
3. I Gusti Putu Antara :
1) Rah Sapa Sira Puniki?;
2) Pengstulan;
3) Tri Kaya Parisudha;
4) Wantah Patinget;
5) Gumine Sane Tan kaidep;
6) Satria Kuladeswa;
7) Pahlawan Tan Payasa;
8) Titiang Kengin Dados R.A. Kartini.
9) Cihna Kaasrian Gumi Bali ring jagat Sunantara (Juara I, Lomba Puisi se-Bali, Depdikbud).
4. I Gusti Ketut Ardhana :
1) Rasa Kari Lbiang.
5. Made P. Aryasa :
1) Tembang Galungan.
• Berikut ini kumpulan-kumpulan puisi Bali Modern karya mahasiswa:
Jadma Lobha
( I Komang Ari Subawa)
Manis yan pirengang babaosane
Sahasa mangulayang ring ambarane
Janji sane kawedar
Sadurunge madasi
Risampun genahe melah
Lali ring janjine dumun
Mailehan ngrereh berana
Anggen maliag-liang
Tan mari eling ring raga
Genah melah anggen nginggilang dewek padidi
Tan rungu ring panjak lara
Maparilaksana mangodag-odag
Sakancan ipanjak dot mapakaryan
Berana sane katuntut
Minab jaman kaliyuga kabaos
Samian panyingakane makaput aji berana
Nyesel ring dewek
Sungsut ring kayun
Dumadak sweca Ida Sang Parama Kawi
Mecikang gumine mangkin..
Sanja ring tanggun desa
( I Komang Ari Subawa)
Tatkala matan ai nangken kauh
Pabablas ijadma medal saking jero
Minab gumi sampun sanja
Mapupul sareng sami
Irika raris pada mapakayunan becik
Makekedekan lan nginggilang idep
Masuriak saling sautin macanda girang
Nyanggra wengine rauh
Nenten wenten kapialang muah sungsut ring kayun
Samian pada girang megegonjakan
Yadiastun ring pananggun desa
Sakemaon pepineh sane memesik punika sane mautama
Ne mangkin, doh rasayang titiang
Sasukat madunungan ring jaba kuta
Rasa angen mabek ring manah
Dot pisan budal lan kecunduk sareng semeton sami
Dumogi wenten galah malih
Pinunas titiang, mangda Ida ngicen urip sane dawa
Pepineh sane becik lan kerahayuan ring jagat..
Corah
( I Komang Ari Subawa)
Mapi-mapi matingkah melah
Melah matingkah mapuara corah
Corah mapuara raris congah
Congah raris jengah
Jengah boya ja dados tawah
Dados tawah ring sajeroning solah
Solah sane corah mula tan sandang tulad ring manah
Ring manah sane becik lan melah
Melah patut iraga masolah
Masolah sane becik mangda tan kasengguh corah
Corah parilaksanané pastika manggihin benyah
Kénten anaké corah…...
Sane mangkin…becikang mesolah
Mangda kasengguh melah!!!
Manusa
( I Komang Ari Subawa)
Kelewihan muah parilaksana kaon
Mula tan dados pasahang ring guminé
Yan nénten wénten sane kaon
Sinah pacing tan wénten sane kasengguh luih
Sane kabaos jeleme tuah jelé kelawaning melah
Majangkep dados asiki
Parilaksanané ring guminé mula akéh gagodan
Iraga patut prasida milihin sane encén becik lan nénten becik
Manusa….
Manut tekén sesana kasengguh
Punika patut anggén sasuluh
Sira sane nénten seneng kasengguh luih?
Pastika samian rumasa seneng
Ngiring mulat sarira sareng sami
Nyeliksikin raga soang-soang
Mautsaha maparilaksana sane becik
Sane manut tata susila lan agama
Kilak-kiluk
( I Komang Ari Subawa)
Pajalané joh sawat
Paninggalané marawat-rawat
Tan bina sekadi kawat
Sané rumaket tan pegat-pegat
Yan iwasin anaké pada liwat
Inguh waluya gawat
Guminé minab sampun penat
Tan urungan makejang pada jengat
Akeh anaké nguluk-nguluk
Tan bina sekadi bikas ikuluk
Minab ké ipun keliwat demen ngajeng bluluk
Lan demen ngejuk blauk??
Tan uning ring uduk
Jeg pragat angguk-angguk
Pejalan idupé tuah kilak-kiluk…
Saksak-siksik
( I Komang Ari Subawa)
Pikenoh saling paduegin
Kéwale poloné pada embuh
Sekadi asu sané galak ngongkong
Lan tuara pingenan nyegut
Sekancan papineh anak tiosan
Samian katungkasin
Merasa déwék paling beneh lan dueg
Sing merasa tekén déwék tuna
Gangsaran tindak kuangan daya
Saksak-siksik sing karuan entek
Pakaryan tan puput,
Pemragatné samian uug….
Mararian
( I Komang Ari Subawa)
Nuju matan ai engseb ring kelod kauh
Irika raris mataki-taki
Kéwala kari rumasa seneng
Onyang pada saksak-siksik
Malaib-laib….
Ada ané paling maimbuh inguh
Nangken mawali kapaumahan
Genahé anggén mararian
Sekadi pasar yéning baosang unduké
Ulah-alih tan pariselsel
Riantuk sampun titah Hyang Parama Kawi
Astitiné sane mautama
Sembah ring Ida
Turmaning malarapan manah bagia
Irika pakedék pakenyung
Nyanggra wenginé rauh
Ingan yen kerasayang
Jejeh yéning mupu sane tan becik
Eling tan urungan medal
Geginané pinaka pangupajiwa
Élah yan sampun mupu melah
Girang pikenohé…..
I Komang Ari Subawa
Hakikat Puisi
Sebuah puisi modern tetap dapat disebut sebagai puisi ternyata bukan karena bentuknya, tetapi lebih cenderung karena ada hakikat puisi yang terkandung didalamnya. Waluyo (1991: 140) berpendapat bahwa puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan perasaan penyair secara imajinatif. Wujud karya sastra tersebut muncul karena puisi merupakan karya seni yang puitis. Dikatakan puitis karena membangkitkan perasaan, menarik perhatian, bahkan memancing timbulnnya tanggapan pembaca.
Sejalan dengan pendapat diatas, Ahmad (dalam Pradopo, 2005: 5) mengemukakan bahwa unsur-unsur puisi dapat disatukan sehingga dapat diketahui beberapa unsure berupa emosi,imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan, pancaindra, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwaada tiga unsure pokok yang terdapat dalam puisi, yaitu (1) pemikiran ide, (2) bentuk, dan (3) kesan.
Unsur-unsur Pembentuk Puisi
1. Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yng bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar ( Suroto, 1989: 112).
2. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif (Prapodo, 2005: 22). Bunyi disamping hiasan dalam puisi juga mempunyai tugas untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya.
3. Rima
Rima adalah persamaan atau pengulanhan bunyi baik diawal larik atau diakhir larik. Didalamnya masih mengandung berbagai aspek yang meliputi, rima akhir, rima dalam, rima rupa, rima identik, rima sempurna, asonansi, dan aliterasi.
4. Irama
Irama adalah panduan bunyi yang menimbulkan efek musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, kuat-lemah, panjang-pendek, maupun tinggi-renah, yang kesemuanya dapat menimbulkan kemerduan bunyi, kesan suasana serta makna tertentu.
5. Ragam Bunyi
Ragam bunyi meliputi bunyi eufoni , kakofoni, dan onomatope. Penggunaan kombinasi atau pengulangan bunyi vokal (a, I, u, e, o) dan sengau
(m, n, ng, ny) menimbulkan efek yang merdu dan berirama (eufoni). Bunyi ini menimbulkan keriangan, vitalitas maupun gerak. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu dan terkesan parau (kakafoni) misalnya k, p, t, s, b, p, m terkesan berirama berat lebih cocok utuk menimbulkan kesan kekuatan, tekanan, kekecauan, kahancuran, galau, gelisah, dan amarah.
6. Bahasa Puisi
Bahasa merupakan sarana ekspresi dalam penulisan puisi (Pratiwi, 2005: 78). Bahasa kias menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup, dan terutamamenimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2005: 54)
7. Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, 2004: 54). Penulis puisi membuat puisi dengan cara menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Aminudin, 2002: 146; Dermawan, 1999: 44)
8. Isi Puisi
Menurut Waluyo (2001: 65) isi puisi mencakup tema, perasaan penyair, nada, dan amanat. Tema adalah sesuatu yang menjadi pemikiran penulis puisi. Tema juga dapat dikatakan sebagai ide dasar suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna puisi. Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Penulis puisi bisa bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bisa jadi penulis puisi bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu lepada pembaca
9. Imaji dan Simbol
Dalam menulis sebuah puisi, biasanya penyair tidak hanya menggunakan kata-kata yang bermakna lugas atau denotatif, tatapi menggunakan kata-kata yang bermakna atau mengandung arti lain atau konotatif. Dalam hubungannya dengan arti konotatif, imaji dan simbol mempunyai hubungan. Persamaanya adalah bahwa baik citra maupun simbol bermakna konotatif. Adapun perbedaannya adalah terletak pada cara pengungkapannya.
10. Hakikat Apresiasi
Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris “appreciaton” kata itu berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata verja “to appreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Aminudin (1987: 34) mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai statu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya. Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002:45) membagi tingkatan apresiasi meliputi, (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Pada tingkat menggemari keterlibatan pembaca batinnya belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat mereaksi, sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan dengan seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana letal keindahan itu. Pada tingkat produktif, apresiator puisi mampu menghasilkan, mengkritik, menghasilkan, mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap puisi secara tertulis. Untuk melakukan apresiasi khususnya apresiasi puisi, pemahaman mendalam tentang apresiasi puisi memang perlu dilakukan. Agar tidak salah dalam melakukan apresiasi puisi, konsep apresiasi perlu dipahami dengan cermat. Apresiasi puisi terkait dengan sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan puisi. Aktivitas yang dimaksud dapat berupa kegiatan membaca dan mendengarkan pembacaan puisi melalui penghayatan sungguh-sungguh (Waluyo, 2003: 19). Apresiasi merupakan pengalaman liaría dan batiniah yang kompleks (Ichsan, 1990: 10). Apresiasi seseorang terhadap puisi dapat dikembangkan dari tingkat sederhana ke tingkat yang tinggi. Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila seseorang memahami atau merasakan pengalaman yang ada dalam sebuah puisi. Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat. Apresiasi tingkat tiga, pembaca menyadari hubungan kerja sastra denagn sunia luarnya, sehingga pemahamannya pun lebih luas dan mendalam. Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sankut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, dan mendeklamasikan. Kegiatan ini menyebabkan seseorang memahami puisi secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair, mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung didalam puisi, dan menghargai puisi sebagai karya sastra seni keindahan dan kelemahan. Kegiatan apresiasi puisi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman struktur teks puisi. Kegiatan mengapresiasi puisi dapat dilakukan dengan memahami struktur teks yang membangun puisi. Dengan demikian, untuk mengenal, memahami, dan menghargai puisi, dapat dilakukan dengan mengenal struktur bagian puisi tersebut, baik menyangkut unsur isi maupun bentuk
11. Pendekatan Apresiasi Puisi
Pendekatan dalam suatu karya sastra meliputi (1) pendekatan mimetik, (2) pendekatan pragmatik, (3) pendekatan ekspresif, (4) dan pendekatan objektif (Abrams, 1976: 8-29). Pedekatan mimetik merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada pengarang yang menciptakan karya sastra dengan meniru peristiwa yang ada disekitarnya. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitik beratkan pada karya sastra yang memiliki unsur-unsur tertentu yang diciptakan pengarang untuk mempengaruhi respon pembaca. Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada pengekspresian luapan perasaan pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Sedangkan pendekatan objektif menitik beratkan pada unsur karya sastra yang diciptakan berdasarkan kenyataan atau realita atau objek tertentu.
• DIMANAKAH letak nilai puisi?
Yaitu antara kemampuannya berkomunikasi dengan pembaca dan bagaimana dia bisa menjadi ajang si penyair untuk unjuk gaya; Antara puisi terang-benderang dan puisi gelap; Antara puisi yang selempang pengumuman dan puisi yang rumit tak dimengerti; Antara puisi yang terlalu menghamba pada pembaca dan puisi yang tak peduli pada pembaca. Ada rumusan nilai puisi dan bagaimana puisi harus bisa berkomunikasi dengan pembaca yaitu:
1. Komunikasi; puisi yang tidak palsu dengan sendirinya dan sudah seharusnya mengandung kepercayaan kepada orang lain yaitu pembacanya.
Penyair percaya bahwa pembaca puisi bisa menerima bahkan menikmati puisi dan pesan yang ada. Niat awal dari penyair adalah keinginan untuk berkomunikasi dengan pembaca lewat puisi, bukan sekadar unjuk gaya, berakrobat kata-kata.
2. Prestasi kepenyairan yang matang mencerminkan suatu gaya, setiap gaya mencerminkan kepribadian, setiap kepribadian tumbuh dan hanya bisa benar-benar demikian bila secara wajar berada dalam komunikasi.
Pencapaian penyair tidak diukur dari seberapa mudah atau seberapa susah puisi berkomunikasi dengan pembaca. Puisi harus secara wajar berkomunikasi. Prestasi penyair atau kematangan penyair tercapai apabila penyair bisa memeragakan gaya ucap yang khas dalam puisi-puisinya. Gaya ucap itu pun harus tumbuh secara wajar, bukan gaya yang sekadar beda dari gaya penyair lainnya.
3. Sajak menyuruh pembaca menelan saja pesan yang hendak disampaikan atau yang dititipkan lewat penyair adalah sajak yang tidak pantas dihargai. Komunikasi dalam sajak adalah komunikasi yang iklas dan wajar. Bukan komunikasi yang memaksa. Penyair tidak lebih tinggi posisinya di hadapan pembaca. Penyair bahkan tidak berada di hadapan pembacanya. Ia bersisian dengan pembacanya. Karena itu sajak yang memaksa — dengan demikian juga penyair yang menuliskan sajak itu — tidak pantas mendapat penghargaan.
4. Penyair dan pembacanya berada dalam ruang kebersamaan yang meminta banyak hal serba terang, sehingga terjamin kejujuran, dan penyair tidak sekedar menyembunyikan maksud sajak bagi dirinya sendiri. Penyair bukanlah orang yang berada pada posisi untuk mengelabui pembaca. Penyair bukan seorang yang mengacaukan kepingan puzzle untuk disusun kembali menjadi gambar yang utuh oleh pembaca. Penyair ibarat pelukis. Dia bisa melukis obyek dengan gaya abstrak, realis, atau figuratif. Lalu memasang lukisannya di ruang pameran. Pembaca adalah orang yang mengamati dan menikmati lukisan itu tanpa dihalang-halangi oleh garis pengaman dan dengan pencahayaan yang cukup. Pelukis harus bergirang hati dan ikhlas menerima tafsir yang bebas dan bermacam-macam dari penikmat lukisannya. Lukisan yang baik seharusnya selalu menggerakkan hati siapa pun untuk menikmati dan memaknai.
5. Akrobatik kata-kata untuk dengan sengaja membikin gelap suatu maksud sajak menunjukkan tidak adanya kejujuran. Menciptakan, dan menggandakan arti dari gramatika yang lazim. Tapi jurus-jurus Penyair dan sajaknya memang diberi lisensi puitika untuk menyimpangkan, itu dipakai untuk membuat asyik dan menarik komunikasi dengan pembaca, bukan sekadar sengaja bikin gelap dan membuat pembacanya merasa bodoh dan tak berdaya. Kebanggaan penyair bukanlah apabila sajaknya susah dimengerti oleh pembaca.
6. Penyair harus meletakkan sajaknya di antara “kegelapan-supaya-tidak-dimengerti” dan “tidak-menjejalkan-segala-galanya-kepada-pembaca”, tanpa mengaburkan batas antara kedua hal itu. Ada titik di ujung kanan, dan titik lain di ujung kiri. Di antara kedua titik itulah penyair harus meletakkan sajaknya. Tidak pernah ada titik yang pasti. Proses menyair adalah percobaan yang terus-menerus. Ada percobaan yang berhasil, ada yang nyaris berhasil, dan ada yang gagal. Penyair hanya harus menyadari ada dua titik itu dan harus pula ia sadar akibat-akibat yang bisa kena pada puisinya bila ia melampaui titik itu.
Nah, sekarang pembahasan akan masuk kedalam spesifikasi yaitu tentang “Puisi Bali Modern”
Bagaimana Awal dan keberadaan puisi Bali modern??
Gambaran bentuk puisi bali modern
Bilamana kita berbicara tentang sejarah puisi berarti pengertian pembicaranya mengacu pada “kapankah bebtuk puisi Bali modern itu dinyatakan mulai ada (lahir), bagaimana perkembangannya, bagaimana pembinaan akhirnya dan bagaimanakeadaan serta hasil kualitas dan kuantitas keberadaannya hingga dewasa ini? “
Beberapa tokoh bahasa dan sastra telah memberikan pandangan dan gambaran tentang keberadaan sastra Bali modern ini. Misalnya, dosen dari Faksas Unud Drs. Made Sukada pernah mengemukakan pandangannya bahwa sastra Bali dikatakan telah mati. Ucapan Sukada itu dimuat dalam surat kabar Suluh Marhain edisi Bali (1967), sebagai berikut.
Di dalam menghadapi segala fakta dalam dunia kesusastraan Bali (yang tertulis), kami telah menentukan sikap sehingga sampai kepada suatu kesimpulan dimana tak ada lagi alas an lain untuk mengelak untuk tidak memutuskan bahwa kesusastraan Bali memang telah mati (Sukada, 10-12-1967:3).
Sedangkan prof. Dr. Suparman Heru Santosa dari IKIP Malang cabang Singaraja (kini menjadi Undiksa)lebih tegas menyatakan bahwa sastra Bali modern itu sebenarnya belum ada. Pendapatnya ini ditulis dalam majalah ilmiah Aneka Widya No. I/II, Februari 1969, demikian.
“…sudah adakah kasusastraan Bali modern yang dapat melukiskan segala peristiwa sejarah yang terjadi di Bali?” Atau, “sudah adakah kasusastraan Bali modern?” dengan kedua pertanyaan yang kedua itu dengan segera kit adapt menjawab bahwa : kesusastraa Bali modern itu belum ada!” (Suparman Hs, 1969:42)
Bahkan pada tahun 1969, Prof, Dr. I Gusti Ngurah Bagus, dosen Faksas Unud pun pernah mengatakan bahwa “…boleh dikatakan perkembangan kesusastraan Bali modern tidak demikian pesat”. Dari ketiga pandangan dan pendapat mereka itu yang menyatakan bahwa sastra Bali modern itu belum ada karena sebelum tahun 1968 atau pada zaman itu belum ada sayembara penulisan sastra Bali modern. Wajarlah ada anggapan sebelum tahun 1968 belum lahir karena kegiatan menulis sastra Bali modern itu memang mengalami kevakuman.
Untuk membina dan mengembangkan keberadaan sastra Bali modern itu, baik bentuk puisi, cerpen, novel, maupun drama, maka Kantor Balai Penelitian Bahasa, cabang Singaraja. (cabang Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta) dan kini bernama Balai Penelitian Bahasa Denpasar) pun mengadakan sayembara penulisan sastra Bali modern.
Tahun 1968, puisi Bali modern mulai dikembangkan dengan bermunculan beberapa karya puisi Bali modern yang dimuat di beberapa surat kabar. Pada awalnya, puisi-puisi modern ini merupakan hasil sayembara yang dilaksanakan oleh sebuah panitia pelaksanaan sayembara di Balai Penelitian Bahasa, cabang Singaraja. Panitia Pelaksanaan Sayembara dibentukdan lomba diadakan pertama kali pada tanggal 28 Oktober 1969, ketiga pada tanggal 17 Agustus 1970, dan yang keempat pada tanggal 28 Oktober 1970.
Akhirnya dengan pengadaan sayembara itulah situasi perkembangan sastra Bali modern mulai ada tanda-tanda bangkit pertumbuhannya. Secara kuantitas dapat dikemukakan bahwa usaha Lembaga Bahasa Nasional Cabang Singaraja sejak tahun 1968 tersebut dalam rangka menarik minat para pengarang dan penulis pemula di Bali pada prinsipnya sudah berhasil, walaupun secara kualitas masih belum dikatakan terpenuhi secara sempurna. Keberadaan dan kegairahan menulis karya-karya sastra Bali modern para pengarang pemula masih bersifat mengejar hadiah yang dijanjikan Panitia Lomba Sayembara.
Beberapa karya puisi berbahasa Bali dikumpulkan dan diterbitkan sebagai bentuk antologi, bunga rampai, dan kumpulan puisi. Sejak tahun 1968 hingga sampai tahun 1970, tercatat 77 buah karya sastra di bagian arsip LBN, meliputi 61 puisi, 11 cerpen, 4 drama, dan 1 roman (novel). Sampai sampai tahun 1977 telah tercatat kurang lebih 276 buah puisi Bali modern yang diterbitkan baik melalui harian Suluh Marhaen, harian Angkatan Bersenjata Edisi Nusra, dan harian Bali Post. Perkembangan selanjutnya hingga tahun 2008 sudah banyak karya dimuat dalam surat kabar atau yang diterbitkan secara individual dan kolektif.
Ternyata, hingga tahun 2010 ini, surat kabar Bali Post dengan Edisi Mingguannya yang berbahasa Bali, majalah buratwangi, bulletin mandala dengan Seni dan Budaya, serta majalah kuningan dan beberapa media cetak lainnya ikut berperan serta, aktif, yang bertujuan mengembangkan aset budaya sastra Bali modern ini.
2. Kapankah Puisi Bali Modern Lahir?
Selanjutnya, untuk menentukan kapankah sastar Bali modern itu mulai ada atau lahir harus ditentukan oleh kapan dimulainya bentuk puisi sebagai karya sastra Bali modern diterbitkan untuk pertama kali. Atas dasar pengertian ini, harus dicari sebuah karya sastra puisi berbahasa Bali yang diterbitkan untuk pertama kalinya. Hasilnya menunjukkan ada sebuah karya sasrtra bali modern yang dipakai untuk menandainya.
Untuk menandai kapankah bentuk puisi Bali itu dinyatakan mulai ada dalam lingkungan sastra bali modern ternyata dimulai sejak dimuatnya sebuah karya puisi Bali modern berjudul Basa Bali, yang diciptakan oleh Suntari Pr. Puisi Bali, yang diterbitkan oleh kantor Kebudayaan di Yogyakarta pada tahun 1959.
Dengan penerbitan puisi berbahasa Bali pertama kali dengan judul Basa Bali ini berarti: sastra bali modern bentuk puisi modern lahir sejak tahun 1959. Karyanya seperti berikut.
Basaa Bali
(Suntari, Pr).
Tan uning titian ring kerananipun
Sukseman titian sekadi kategul antuk benang sutera
Ngeranjing menyusup tulang ngantos ka sumsum
Sane dados bagian awak titiange.
3. Kuantitas Isi Puisi Bali Modern
Pada awal lahirnya bentuk puisi Bali modern yang pertama kali dimuat berjudul Basa Bali dikarang oleh Suntari, Pr. Puisi Bali modern berjudul Basa Bali karya Suntari Pr ini diperkirakan sebagai puisi terjemahan berasal dari bahasa lain sehingga menurut penafsiran para dosen di Fakultas Sastra Universitas Udayana di Denpasar puisi pertama bali modern ini dimulai dari karya sastra terjemahan.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan puisi bali modern dilanjutkan dengan adanya puisi terjemahan pada tahun 1966, yakni diterbitkannya lagi sebuah puisi terjemahan dari karya Boris Pasternak berjudul Angin. Puisi terjemahan ini dimuat pada harian Angkatan Bersenjata Edisi Nusa Tenggara, pada tanggal 16 Juni 1966. Puisi Angin ini diterjemahkan oleh Ktut Suwidja dari desa Bulian dan mantan Kepala Gedong Kirtya Singaraja.
Puisi terdiri atas isi dan bentuki. Dari pembicaraan beberapa puisi Bali modern ini, selanjutnya dibicarakan tentang masalah isi yang tersirat dalam karyanya.
• Aspek Ide yang Tersirat dalam Isi Puisi
Masalah ide merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam penulisan karya puisi Bali modern, bahkan dikatakan sebagai sebuah faktor penentu dalam, sastra modern umumnya. Adapun pengertian puisi Bali modern sebagai salah satu konsep seni modern sebenarnya berasal dari penerapan dari konsep seni modern umumnya. Pengertian seni modern ini meliputi (i) sweni merupakan kelanjutan dari seni yang sudah ada sebelumnya, dan juga (ii) seni sebagai seni yang mendapat pengaruh dari seni lain. Ternyata para penyair dan pencipta puisi-puisi Bali modern ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalamannya pengertian seni yang kedua di atas. Artinya, para penyair Bali ini dipengaruhi dari pengetahuan teori yang dimilikinya pada teori dan bentuk puisi dalam konteks sastra Indonesianya.
Pengaruh bentuk sebagai kelanjutan dari seni sebelumnya dapat ditilik dalam hal masalah tradisi dan agama (ritual). Sedangkan puisi Bali modern yang merupakan pengaruh dari seni yang lain antara lain terlihat dalam hal pengaruh diksi (pemilihan penggunaan kata-katanya atau kosakatanya) dan dalam hal penulisan struktur bentuk puisi.
Walaupun puisi Bali itu sebagai seni modern juga, akan tetapi bukanlah berarti seni modern itu merupakan seni yang diambil oper begitu saja dari luar atau sebagai seni yang diambil dari bentuk-bentuk lama yang sudah tenggelam dan yang kini direvitalisasi lagi.
Beberapa konsep ide sering terungkap dalam puisi Bali modern sebagai cipta karya sastra Bali modern, secara tersurat dan secara tersirat dapat dikemukakan sebagai berikut, yakni meliputi aspek (a) nasionalisme, (b) sosial, (c) agama, (d) filsafat, (e) cinta kasih, (f) budaya, (g) keindahan/estetis, (h)pendidikan/pengajaran, (i) politik, dan (j) protes.
• Aspek Struktural (Bentuk) Puisi Bali Modern
Dengan dimuatnya puisi Basa Bali karya suntari Pr pada tahun 1959 yang menunjukkan karyanya sudah tidak lagi menggunakan ikatan-ikatan dan struktur tembang yang tertentu seperti dalam sastra Bali purwa umumnya, maka bentuk Suntari Pr tersebut dinyatakan sebagai awal mula dari lahirnya penulisan puisi Bali modern.
Memang ternyata puisi Suntari Pr sudah mementingkan isi dan kebebasan bentuk dalam pengungkapan imajinasinya, dan sudah tidak menggunakan unsur tembang, guru lagu atau suara pada akhir kata setiap baris.
Unsur-unsur yang tersurat dalam struktur penulisan puisi Bali modern dapat dirinci berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi; judul, baris, kalimat, enjambemen, tema (pesan), sajak (rima), perasaan (emosional), diksi, gayabahasa, tipografi.
a. Judul:
Penulisan judul puisi menggambarkan keseluruhan isi puisi. Judul ini dapat disusun berupa nama, lokasi, manusia, binatang, tanaman, keadaan, keterangan, peristiwa, konsep, dsb. Misalnya, berikut ini ada beberapa contoh puisi bali Modern:
1) Jadma loba (Ari Subawa)
2) Corah (Ari Subawa)
3) Mararian (Ari Subawa)
4) Masikian (Ari Subawa)
5) Kilak-kiluk (Ari Subawa)
b. Bait, bari kalimat, enjambemen
Sebuah cipataan satu bait puisi terdiri atas beberapa baris kalimat. Setiap baris kalimat ini dapat dipotong sesuai selera penyair. Setiap susunan satu kalimat dipotong menjadi beberapa baris diistilahkan enjambemen dan kesatuan sintaksisnya disebut korespondensi. Judul puisi di bawah ini memakai enjambemen yang pendek (Dagang Uyah) dan umumnya panjang seperti Yupa dalam catatan Bandung 20 September 1978.
Dagang Uyah
(Nym. Manda)
Dagang uyah
Nyongkok
Bengong
Teke mantra pasar gangsar
Pipis!
Seharusnya kalimatnya disusun dagang uyah nyongkok bengong (lantas) teke mantri pasar gangsar (lantas ngomong nagih dudukan peken)” Pipis”
c. Amanat (Isi Pesan) yang tersirat
Amanat (message) atau pesan yang ingin disampaikan penyair pada umumnya tidak mudah dipaha dan tudak lugas cara penyampaiannya, akan tetapai perlu dianalisis “apakah yang ungun disampaikan secara tersirat dan metafora tersebut?”.
Isi puisi-puisi Bali modern itu dapat diklasifikasikan tema, amanat, dan juga topik yang tersirat (delapan) macam amanat : (i) heroism (pahlawan, kebangsaan, nasionalisme). (ii) agama / adat, (iii) cultural (budaya), (iv) sosial (masyarakat), (v) pengajaran / pendidikan, (vi) keindahan, (vii) politik, dan (viii) protes.
Di bawah ini tersurat contoh puisi rare ubuh karya Wayan Rugeg Nataran, yang isinya mengemukakan gambaran suasana sosial dengan mengungkapkan keadaan seorang anak yatim piatu, tiada ada yang menghiraukan hingga akhirnya ia pergi kebawah jembatan.
RARE UBUH
(W. Rugeg Nataran)
Jalan sampun rame saking ituni semengan
Motor, dokar miwah sepede maseliweran
Manusa ngrereh pangupa jiwa
Wenten majalan ngencolang patindak
Ngepung dagangan miwah pakarian
Sane kasep misuh-misuh padidi
Ring gang pasare jadma dempet
Makejang iteh ngurusang dewekne
Wenten rare paling
Malinder tengah pasare
jelantang-jelantung tan perunguan
nyengenget ring diap dagang nasine
…………..
d. SAJAK (RIMA)
Sajak atau rima adalah syarat utama yang harus ada dalam puisi sebagai permainan bunyi, apalagi dalam puisi lama. Permainan bunyi yang ritnis menumbuhkan keindahan (estetika) dalam puisi. Contoh:
Cening komang
(nyoman manda)
Cening komang pianak bapa sayang
Nandanang ati liang
Kedek ngeling bungan ati
……………..
Delem
(made sanggra)
Mata dengdang
Keneh ngandang
Bungut tapak
Raos ngapak
Gondong belong
Galak ngongkong
Yen wadahin
Ipun medihin
e. PERASAAN (EMOSIONAL)
Perasaan si penyair pada swaktu menciptakan karya puisinya menekankan sekali dengan apa yang diamaksud dengan ilham yang penuh dengan perasaan (emosional). Tujuannya agar perasaan dan pikiran apa yang tersirat dalam benaknya itu tersurat dengan tepat dan menyentuh para pembaca puisi. Misalnya: bagaimana perasaan masyarakat dan situasi pada saat kejadian tahun 1965 itu yakni ketika bung karno dihujat dan tidak ada yang berani membelanya telah di gambarkan secara metaforis oleh I GP. Antara dalam puisinya yang berjudul rah sapa sira puniki?
f. DIKSI (KOSABASA)
Kata-kata yang dipilih dalam sebuah puisi disebut diksi. Diksi itu berhubungan dengan unsur perasaan. Pemilihan kata-kata dalam sebuah puisi dapat disusun dari penggunaan bahasa sehari-hari atau juga dengan kosa kata Bali yang halus sekali.
g. Gaya Bahasa
Setiap karya puisi sudah tentu akan selalu ada penggunaan gaya bahasa sebagai ciri berkesenian. Seni itu harus indah (estetis, stilistik) melalui penggunaan bahasa yang bermakna tidak sebenarnya atau konotatif (kiasan). Gaya bahasa penyair sering menggunakan bentuk perbandingan (simile), metafora, personifikasi, gaya bahasa (paribahasa) lain-lainnya. Misalnya, mengumpamakan kelambu malam itu ditutup dengan susunan konotatif kelambu wengine kasinembang.
Contohnya:
1. WENGINE DOH
(Gede Dharna)
Yening sampun kelambu wengine kaunebang
Ketus manahnyane nyingak preraine
……………
2. CENING KOMANG
(Nyoman Manda)
………………..
Cening tuah etohin bapa
Aji keneh tur laksana sesidaan
Apang cening tumbuh di tuuhe
Damekan langah masambeh
h. Tifografi
Tifografi adalah bangun atauteknik membentuk susunan sebuah puisi Bali modern. Ada yang disususn sederhana dan umum sekali, tetapi ada juga yang semuannya terdiri dari huruf kecil, ada yang aneh dan sering disebut puisi mbaling (puisi aneh, nyleneh), puisi rupa, puisi gelap, puisi cair atau puisi prosais. Ada yang enjambemennya dengan susunan kosa katanya yang sangat pendek seperti puisi berjudul apang ada masi orahang ciptaan Nyoman Manda atau bahkan baris kalimat dan korespondensi serta enjambemennya panjang sekali seperti puisi berjudul ngaturang pangubakti ring pura jagatnata ciptaan Suthama.
Keberadaan Dan Situasi Perkembangan Bahasa Bali
Sesudah diadakan lomba menciptakan berupa lomba penulisan puisi maka bermunculanlah karya-karya puisi Bali moderen. Dalam kurun waktu 1968 s/d 1970 tercatat 57 buah puisi Bali modern, seperti dikemukakan pada table di bawah ini:
• Perkembangan Penyair dan Karya Puisi Bali Modern
(periode tahun 1968-1970)
No Tgl. Dimuat Judul Puisi Penulis Tema
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57 28-10-1968
28-10-1968
28-10-1968
28-10-1968
01-12-1968
26-01-1969
02-03-1969
16-03-1969
13-04-1969
20-04-1969
24-04-1969
24-05-1969
15-06-1969
05-07-1969
06-07-1969
12-07-1969
13-07-1969
13-07-1969
20-07-1969
10-08-1969
24-08-1969
07-09-1969
07-09-1969
28-09-1969
12-10-1969
19-10-1969
30-10-1969
28-12-1969
04-01-1970
25-01-1970
25-01-1970
15-02-1970
01-03-1970
01-03-1970
05-04-1970
05-04-1970
12-04-1970
19-04-1970
26-04-1970
05-07-1970
09-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970
17-08-1970 Bali
Geguritan pianak bendega
Pura agung jagatnata
Galang kangin
Wengine doh
Rahajeng rauh
Sayahe gede
Ngaturang pangubakti ring pura jagatnata
Rare ubuh
Masan tanginne mabunga
Dilangite kanten bintang
Lawate samara
Lalang
Pelita
Pak tani
Wengine kalintang becik
Ngrebut merta
Surya kembar
Paranin musuhe
Pinunase
Temon-temon
Rare kutang biang
Pura iying
Bedugul
Mati nguda
Jinah
Iseng
Sari
Pinunas
Rarene bintak
Wong tani
Atursuksma
Piteket
Tungkalikan jagat
Idupe nemu sengsara
Jarring kekawa
Suara saking kawahe
Kewala kangguang
Anake alit nangis
Keatur ring sang ratu ayu
Rasa kari idiang
Purnama sasih kapat
Pakeling-keling
Pinunas ijaran pedati lan ijaran bendi
Margarana
Bintang kukus
Hujan angin
Naglap nyuh
Sinom
Wengi ring desa
Dagang tuak
Len dedalu len tetani
Bikul
Punama
Ngiring ratu laksanayang
Gotong royong
Tajen Yupa
Arta Negara
Rugeg nataran
Putra
Gede darna
Aryana
Kenoeh
Suthama
Rugeg nataran
Kenoeh
Sadra
Artha Negara
Rugeg nataran
Putra
Gede darna
Romi astra
Rugeg nataran
Rugeg nataran
Wira Negara
Romiastra
Sadera
Martha
Martha
Rugeg nataran
Sedana
Rugeg nataran
Aryana
Yupa
Agung
Rugeg nataran
Rugeg nataran
Rai
Rai
Suthama
Sanggra
Sanggra
Rugeg nataran
Putra
Gede dharna
Aryana
Ardana
Tusthy
Sanggra
Sanggra
Rugeg nataran
Sukerti
Bawa
Bawa
Darsana
Sanggra
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika
Suastika Harapan
Sosial eko
Agama
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Agama
Sosial eko
Sosial eko
Sosial eko
Sosial eko
Agama
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Sosial eko
Revolusi
Harapan
Harapan
Sosial eko
Keadaan
Revolusi
Revolusi
Sosial eko
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Harapan
Sosial eko
Keadaan
Nasehat
Keadaan
Sosial eko
Keadaan
Sosial eko
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Keadaan
Agama
Nasehat
Harapan
Revolusi
Keadaan
Keadaan
Sosial eko
Sosial eko
Keadaan
Sosial eko
Sosial eko
Keadaan
Keadaan
Agama
Nasehat
Sosial eko
Corak Aliran Dalam Puisi Modern
Corak yang sering tersirat dalam karya-karya puisi Bali modern meliputi bercorak romantik, naturalisme, idealisme, sibolisme, dan realisme.
a. Corak romantik
Kata romantik berasal dari romaan berarti cinta. Seluk beluk atau liku-liku. Romantik berarti bersifat romantis, dan romantisme berarti aliran dalam kesusastraan di Eropa pada akhir abad XVIII yang uraiannya mangutamakan perasaan, pikiran, dan tindakan spontanitas. Dalam mengekspresikan aliran romantisme ini di dalamnya akan terdapat juga hal-hal pyang bersifat emosi, imajinasi, sentimen, dan idealisme.
b. Corak Naturalisme:
Kata natural berarti alamiah. Naturalisme adalah sebuah aliran yang terdapat dalam dunia seni dan kesusastraan yang selalu menggambarkan sesuatu secara nyata atau melukiskan sesuatu sebagaiman adanya.
c. Corak Idealisme:
Ideal berarti sesuai dengan yang dicita-citakan. Idealisme adalah aliran dalam ilmu filsafat (termasuk juga kesusastraan) yang menganggap cita-cita atau pikiran sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dirasai dan dipahami. Aliaran ini dalam kesusastraan selalu bertolak dari kenyataannya.
d. Corak Simbolisme.
Simbolisme berasal dari kata simbol berarti lambang. Simbolisme aliran dalam kesusastraan yang selalu menggunakan simbol-simbol atau lambang untuk melukiskan atau mengekspresikan ide-ide dalam bentuk karya seni sastra.
e. Corak Realisme:
Realis berarti kenyataan. Realisme adalah sebuah aliran dalam kesusastraan yang selalu bertolak dari kenyataan atau melukiskan sesuatu sebagaimana kenyataan secara wajar.
Bila diperhatikan corak ide yang tersirat dalam puisi Bali modern menunjukkan bahwa seorang penyair tidak mungkin menganut hanya satu corak dari sejumlah aliran corak yang ada. Misalnya, puisi Besakih (W.Jendra), Trikaya Parisudha (IGP. Antara), dan Pura Agung Jagatnatha (W. Rugeg Nataran)., serta Purnamaning Kadasa (N. Manda) menunjukkan dalam sebuah puisi tersirat banyak corak secara sekaligus digunakan, baik corak romantik, simbolisme, maupun corak naturalisme. Keragaman corak idealisme, realisme, dan sibolisme sring terdapat dalam sebuah puisi, khususnya dalam puisi-puisi yang bertemakan keagamaan, filsafat keagamaan, sosial (kemasyarakatan), dan kebangsaan (nasionalisme).
3.4.3 Catatan Para Penyair Dengan Puisi Terjemahannya
1. I Wayan Rugeg Nataran
1) Sisin Carike (Tepi Sawah karya Trisno Sumardjo);
2) Pagaen Titiange (Sepi karya Wisnu Kuntjahja)
3) Pancaran Idup (Pancaran Hidup, Amir Hamzah);
4) Wengi;
5) Wong Tani.
2. Made Suarsa
1) Ngantiang Galang Kangine.
2) Siman Gumi (terjemahan Anas Ma’sruf)
3. Made Sanggra
1) Aku
4. Nyoman Nada Sariada
1) Puput
3.4.4 Daftar Penyair dan Karyanya (1968-1977)
1. Ida Bagus Agastya :
1) Awake;
2) Wereng;
3) Selip;
4) Peteng (1-3);
5) Kumbang (1-6)
2. Ngurah Agung :
1) Pinunas;
3. I Gusti Putu Antara :
1) Rah Sapa Sira Puniki?;
2) Pengstulan;
3) Tri Kaya Parisudha;
4) Wantah Patinget;
5) Gumine Sane Tan kaidep;
6) Satria Kuladeswa;
7) Pahlawan Tan Payasa;
8) Titiang Kengin Dados R.A. Kartini.
9) Cihna Kaasrian Gumi Bali ring jagat Sunantara (Juara I, Lomba Puisi se-Bali, Depdikbud).
4. I Gusti Ketut Ardhana :
1) Rasa Kari Lbiang.
5. Made P. Aryasa :
1) Tembang Galungan.
• Berikut ini kumpulan-kumpulan puisi Bali Modern karya mahasiswa:
Jadma Lobha
( I Komang Ari Subawa)
Manis yan pirengang babaosane
Sahasa mangulayang ring ambarane
Janji sane kawedar
Sadurunge madasi
Risampun genahe melah
Lali ring janjine dumun
Mailehan ngrereh berana
Anggen maliag-liang
Tan mari eling ring raga
Genah melah anggen nginggilang dewek padidi
Tan rungu ring panjak lara
Maparilaksana mangodag-odag
Sakancan ipanjak dot mapakaryan
Berana sane katuntut
Minab jaman kaliyuga kabaos
Samian panyingakane makaput aji berana
Nyesel ring dewek
Sungsut ring kayun
Dumadak sweca Ida Sang Parama Kawi
Mecikang gumine mangkin..
Sanja ring tanggun desa
( I Komang Ari Subawa)
Tatkala matan ai nangken kauh
Pabablas ijadma medal saking jero
Minab gumi sampun sanja
Mapupul sareng sami
Irika raris pada mapakayunan becik
Makekedekan lan nginggilang idep
Masuriak saling sautin macanda girang
Nyanggra wengine rauh
Nenten wenten kapialang muah sungsut ring kayun
Samian pada girang megegonjakan
Yadiastun ring pananggun desa
Sakemaon pepineh sane memesik punika sane mautama
Ne mangkin, doh rasayang titiang
Sasukat madunungan ring jaba kuta
Rasa angen mabek ring manah
Dot pisan budal lan kecunduk sareng semeton sami
Dumogi wenten galah malih
Pinunas titiang, mangda Ida ngicen urip sane dawa
Pepineh sane becik lan kerahayuan ring jagat..
Corah
( I Komang Ari Subawa)
Mapi-mapi matingkah melah
Melah matingkah mapuara corah
Corah mapuara raris congah
Congah raris jengah
Jengah boya ja dados tawah
Dados tawah ring sajeroning solah
Solah sane corah mula tan sandang tulad ring manah
Ring manah sane becik lan melah
Melah patut iraga masolah
Masolah sane becik mangda tan kasengguh corah
Corah parilaksanané pastika manggihin benyah
Kénten anaké corah…...
Sane mangkin…becikang mesolah
Mangda kasengguh melah!!!
Manusa
( I Komang Ari Subawa)
Kelewihan muah parilaksana kaon
Mula tan dados pasahang ring guminé
Yan nénten wénten sane kaon
Sinah pacing tan wénten sane kasengguh luih
Sane kabaos jeleme tuah jelé kelawaning melah
Majangkep dados asiki
Parilaksanané ring guminé mula akéh gagodan
Iraga patut prasida milihin sane encén becik lan nénten becik
Manusa….
Manut tekén sesana kasengguh
Punika patut anggén sasuluh
Sira sane nénten seneng kasengguh luih?
Pastika samian rumasa seneng
Ngiring mulat sarira sareng sami
Nyeliksikin raga soang-soang
Mautsaha maparilaksana sane becik
Sane manut tata susila lan agama
Kilak-kiluk
( I Komang Ari Subawa)
Pajalané joh sawat
Paninggalané marawat-rawat
Tan bina sekadi kawat
Sané rumaket tan pegat-pegat
Yan iwasin anaké pada liwat
Inguh waluya gawat
Guminé minab sampun penat
Tan urungan makejang pada jengat
Akeh anaké nguluk-nguluk
Tan bina sekadi bikas ikuluk
Minab ké ipun keliwat demen ngajeng bluluk
Lan demen ngejuk blauk??
Tan uning ring uduk
Jeg pragat angguk-angguk
Pejalan idupé tuah kilak-kiluk…
Saksak-siksik
( I Komang Ari Subawa)
Pikenoh saling paduegin
Kéwale poloné pada embuh
Sekadi asu sané galak ngongkong
Lan tuara pingenan nyegut
Sekancan papineh anak tiosan
Samian katungkasin
Merasa déwék paling beneh lan dueg
Sing merasa tekén déwék tuna
Gangsaran tindak kuangan daya
Saksak-siksik sing karuan entek
Pakaryan tan puput,
Pemragatné samian uug….
Mararian
( I Komang Ari Subawa)
Nuju matan ai engseb ring kelod kauh
Irika raris mataki-taki
Kéwala kari rumasa seneng
Onyang pada saksak-siksik
Malaib-laib….
Ada ané paling maimbuh inguh
Nangken mawali kapaumahan
Genahé anggén mararian
Sekadi pasar yéning baosang unduké
Ulah-alih tan pariselsel
Riantuk sampun titah Hyang Parama Kawi
Astitiné sane mautama
Sembah ring Ida
Turmaning malarapan manah bagia
Irika pakedék pakenyung
Nyanggra wenginé rauh
Ingan yen kerasayang
Jejeh yéning mupu sane tan becik
Eling tan urungan medal
Geginané pinaka pangupajiwa
Élah yan sampun mupu melah
Girang pikenohé…..
I Komang Ari Subawa